PPKn Fase B Kelas 4 Bab 1 : C. Pancasila Sebagai Nilai Kehidupan
Materi : Contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan sila-sila Pancasila
Meneladani Sikap Kebersamaan dalam Musyawarah
“Anak-anak, Pancasila itu merupakan salah satu bentuk
keputusan bersama dari bangsa Indonesia. Pancasila itu bukan hanya milik pihak
tertentu saja, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Pancasila bukan
merupakan suatu bentuk keputusan yang mengutamakan kepentingan pribadi atau
suatu golongan saja, akan tetapi mengutamakan kepentingan bersama yaitu
kepentingan bangsa dan negara,” ujar Pak Arif.
“Kalau begitu dalam proses perumusan Pancasila sebagai
dasar negara Republik Indonesia diliputi dengan suasana kebersamaan ya, Pak?”
Rafi berkata. Pak Arif menjawab, “Tepat sekali. Dalam proses perumusan
Pancasila, para pendiri negara yang tergabung dalam Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia berjuang besama-sama untuk menghasilkan suatu rumusan
dasar negara yang paling baik dan menunjukkan keperibadian bangsa Indonesia.”
“Bagaimana bentuk kebersamaan yang ditampilkan para
pendiri negara ketika merumuskan Pancasila, Pak?” Putri bertanya.
“Bagaimana sikap yang ditampilkan para bapak bangsa (founding
fathers) kita dalam merumuskan Pancasila?” sahut Yuni bertanya.
Pak Arif merasa kagum dari pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan oleh siswa-siswinya. Pertanyaan tersebut segera dijawab oleh Pak
Arif secara jelas dan lengkap. Inti penjelasan yang disampaikan oleh Pak Arif
seperti berikut ini:
1. Perubahan Piagam Jakarta sebagai Bentuk
Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila.
Piagam Jakarta merupakan hasil keputusan bersama para
tokoh dalam Panitia Sembilan yang dipimpin oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22
Juni 1945. Pada Piagam Jakarta terutama pada alenia keempat tercantum rumusan
dasar negara yang telah disusun secara bersama. Dengan demikian, rumusan dasar
negara Republik Indonesia bukan diambil dari pendapat yang dikemukakan oleh Mr.
Muhammad Yamin, Mr. Soepomo atau Ir. Soekarno, akan tetapi merupakan hasil musyawarah
para tokoh bangsa yang tergabung dalam Panitia Sembilan. Pendapat yang
dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo, atau Ir. Soekarno hanyalah
sebuah gagasan yang harus dirumuskan kembali untuk menjadi sebuah keputusan.
Pada akhirnya ketiga tokoh tersebut sepakat dengan rumusan dasar negara yang
tercantum dalam Piagam Jakarta alinea keempat yang menyatakan:
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah-darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Pada
perkembangan selanjutnya, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dibubarkan oleh Jepang dan diteruskan perannya oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dibantu oleh
Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Sehari setelah Indonesia merdeka, pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menyelenggarakan sidang untuk yang pertama kali.
Dalam
sidang tersebut, PPKI akan menjadikan Piagam Jakarta sebagai bahan untuk
menyusun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi pada sebelum rencana
tersebut disahkan, para peserta sidang mendengar informasi dari utusan Bala
Tentara Jepang, bahwa sebagian daerah di kawasan Indonesia bagian timur yang
tidak beragama Islam akan memisahkan diri, kalau Piagam Jakarta disahkan
sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Setelah mendengar kabar tersebut, Ir. Soekarno selaku pimpinan sidang segera mengambil tindakan untuk menjaga keutuhan negara yang baru sehari merdeka. Sidang PPKI pun ditunda beberapa saat. Kemudian, Ir. Soekarno menugaskan Drs. Mohammad Hatta merundingkan hal itu dengan para tokoh dari kawasan Indonesia Timur. Drs. Mohammad Hatta kemudian berkonsultasi dengan tokoh-tokoh yang lain diantaranya AA Maramis, Teuku Muhammad Hasan, Kasman Singodimejo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Setelah
berkonsultasi, Drs. Muhammad Hatta segera melakukan beberapa perubahan pada
Piagam Jakarta terutama pada rumusan dasar negara yang tercantum dalam alenia
keempat. Perubahan rumusan dasar negara yang dilakukan dengan merubah isi sila
pertama yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setelah
dilakukan perubahan rumusan dasar negara menjadi:
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa
b.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c.
Persatuan Indonesia
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
e.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian
Drs. Mohammad Hatta melaporkan hasil perubahan tersebut kepada seluruh peserta
sidang PPKI. Seluruh peserta sidang menerima perubahan tersebut. Peserta sidang
dari kalangan umat Islam juga menyetujui perubahan tersebut sebagai wujud
toleransi mereka. Seluruh peserta sidang menyadari pentingnya persatuan dan
kesatuan bangsa. Kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
Pada
akhirnya Ir. Soekarno selaku pimpinan sidang segara menetapkan perubahan Piagam
Jakarta yang dilakukan oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai suatu keputusan. Dengan
demikian, mulai tanggal 18 Agustus 1945 negara kita sudah memberlakukan
Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalam bagian pembukaannya tercantum rumusan
dasar negara. Hal ini berarti bahwa secara langsung Pancasila berlaku mulai
saat itu sampai sekarang.
2. Sikap Para Bapak Bangsa (the Founding
Fathers) dalam Merumuskan Pancasila
Piagam
Jakarta disusun oleh tokoh-tokoh terbaik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Mereka merupakan para negarawan. Sebagai seorang negarawan mereka selalu
menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji dalam segala hal. Sikap dan
perilaku tersebut mereka tampilkan pada saat perumusan Pancasila sebagai dasar
negara. Berikut ini beberapa contoh sikap yang ditampilkan oleh para tokoh pendiri
negara pada saat merumuskan Pancasila:
a. Menghargai perbedaan pendapat
Pada
saat musyawarah perumusan Pancasila banyak sekali tokoh yang mengemukakan
gagasannya mengenai rumusan dasar negara tersebut, diantaranya Muhammad Yamin,
Soepomo, dan Soekarno. Mereka masing-masing mengemukakan gagasan yang
cemerlang. Akan tetapi meskipun demikian pendapat tersebut tidak semuanya dapat
dijadikan keputusan. Kondisi tersebut tidak membuat para tokoh berlomba-lomba
untuk mempengaruhi peserta musyawarah yang lain untuk memilih pendapat yang
dikemukakannya, namun mereka justru mendorong tokoh yang lainnya untuk mengemukakan
gagasan yang lain. Mereka juga tidak memaksakan pendapatnya kepada yang lain.
Sikap
yang ditampilkan para tokoh tersebut menunjukkan bahwa mereka menghargai
perbedaan pendapat. Mereka menganggap perbedaan pendapat sebagai keuntungan
bagi bangsa Indonesia. Mereka kemudian mencari titik persamaan diantara
perbedaan pendapat tersebut dengan selalu berlandaskan kepada kepentingan
bangsa dan negara.
b. Mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara
Para
tokoh yang ikut merumuskan Pancasila tidak hanya berasal dari satu golongan
saja. Mereka berasal dari berbagai golongan. Agama dan suku bangsa mereka juga
berbeda. Akan tetapi mereka ikut serta dalam proses perumusan Pancasila dengan
tujuan utama memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka
mengesampingkan kepentingan golongannya. Hal tersebut bisa kita lihat ketika
para anggota PPKI dari kalangan umat Islam menerima perubahan isi sila pertama
Pancasila. Mereka tidak ngotot mempertahankan isi sila yang tercantum dalam
rumusan Piagam Jakarta, akan tetapi mereka sadar bahwa kepentingan bangsalah
yang harus diutamakan.
c. Menerima
hasil keputusan bersama
Tokoh-tokoh
pendiri negara yang tergabung dalam PPKI pada saat merumuskan perubahan Piagam
Jakarta memberi teladan dalam menerima keputusan bersama. Pada saat itu PPKI
menerima masukan agar rumusan dasar negara pada Piagam Jakarta diubah. Seluruh
anggota PPKI tidak nenolak masukan tersebut. Para anggota PPKI bermusyawarah
untuk mencari jalan keluar yang terbaik demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Pada akhirnya, para anggota PPKI berhasil mencapai kesepakatan. Perubahan Piagam
Jakarta disetujui sebagai keputusan bersama. Keputusan tersebut bukanlah
keputusan perseorangan, namun merupakan keputusan yang telah dipertimbangkan
secara matang. Semua anggota PPKI menerima dan melaksanakan keputusan tersebut
secara ikhlas dan bertanggung jawab.
d. Mengutamakan
persatuan dan kesatuan
Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara dilakukan melalui proses musyawarah untuk mufakat dalam sidang BPUPKI. Pada sidang tersebut, semua anggota BPUPKI diberi kesempatan
untuk
menyampaikan gagasannya mengenai rumusan dasar negara, kemudian dibahas dan didiskusikan
bersama. Dengan demikian dalam persidangan tersebut muncul perbedaan pendapat,
akan tetapi meskipun demikian mereka tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara. Perubahan Piagam Jakarta dilakukan untuk mencegah
perpecahan. Demi persatuan dan kesatuan isi sila pertama Pancasila yang
terdapat dalam rumusan Piagam Jakarta diubah dari Ketuhanan, dengan menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
BPUPK, PPKI, dan Piagam
Jakarta
Pada
akhir tahun 1944, Jepang terdesak oleh sekutu akibat kekalahannya dalam perang
Asia-Pasifik. Berkaitan dengan hal itu, tepatnya pada tanggal 7 September 1944
di Kota Tokyo, Perdana Menteri Jepang, Koiso, mengumumkan dalam sidang istimewa
Parlemen bahwa wilayah Hindia Timur (Indonesia) pada kemudian hari akan
memperoleh kemerdekaan. Setelah janji kemerdekaan oleh pemerintah Jepang
tersebut dan demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang hakiki, maka suatu dasar
negara harus dibentuk. Dengan demikian, diperlukan semua hal yang berhubungan
dengan tata pemerintahan dalam suatu negara. Jepang lalu membentuk suatu
lembaga persiapan kemerdekaan Indonesia dengan tujuan membahas hal tersebut
termasuk penentuan dasar negara. Lembaga yang diketuai oleh Dr. Radjiman
Wedyodiningrat tersebut adalah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau dalam Bahasa Jepang disebut Dookoritsu Junbi
Coosakai.
Selama
sidang pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni 1945) dalam pembahasan mengenai dasar
negara, terdapat 33 orang pembicara dalam sidang itu. Setelah Ir. Soekarno
menyampaikan pidatonya, ada anjuran dari dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku
ketua BPUPKI agar para anggota mengajukan usulnya secara tertulis. Paling
lambat 20 Juni 1945 usulan tertulis tersebut harus sudah masuk. Maka, mengenai
hal itu dibentuklah Panitia Kecil (Panitia Delapan) yang akan menampung usulan
lain dan memeriksa rumusan dasar negara yang akan disusun. Anggota panitia ini terdiri
atas delapan orang:
1. Ir. Soekarno (Ketua),
dengan anggota-anggotanya terdiri atas:
2. Drs. Mohammad Hatta
(anggota)
3. Mr. Muhammad Yamin
(anggota)
4. K.H. Wahid Hasjim
(anggota)
5. Ki Bagoes Hadikoesoemo
(anggota)
6. M. Soetardjo
Kartohadikoesoemo (anggota)
7. Rd. Otto
Iskandardinata (anggota)
8. Mr. A.A. Maramis
(anggota)
Hari
Jumat, 22 Juni 1945 antara BPUPKI, Panitia Delapan, dan Tyuo Sangi In (Badan
Penasihat Pemerintah Pusat Bala Tentara Jepang) mengadakan rapat gabungan dan
dipimpin oleh Ir. Soekarno bertempat di sebuah rumah yang ditempati beliau dan
merupakan hibah dari Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur
no. 56, Jakarta.
Pada
saat rapat disepakati bahwa Indonesia harus merdeka secepatnya menjadi sebuah
negara hukum yang memiliki hukum dasar dan memuat dasar negara dalam
pembukaannya. Untuk menuntaskan hukum dasar tersebut maka dibentuk Panitia
Sembilan dengan keanggotaan berikut ini.
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta
(Anggota)
3. H. Agoes Salim
(Anggota)
4. K.H. Wahid Hasjim
(Anggota)
5. Mr. Muhammad Yamin
Anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir
(Anggota)
7. Abikoesno
Tjokrosoejoso (Anggota)
8. Mr. Achmad Soebardjo
(Anggota)
9. Mr. A.A. Maramis
(Anggota)
Pada
malam harinya di tanggal yang sama, Panitia Sembilan bersegera mengadakan rapat
di rumah kediaman Ir. Soekarno. Selama pertemuan rapat berlangsung, sulit
menemukan pemecahannya. Hal ini terjadi karena perbedaan pandangan dan pendapat
antara golongan Islam dan nasionalis tentang rumusan dasar negara. Akhirnya,
dalam Mukadimah (Pembukaan)
Hukum Dasar disepakati
agar mencantumkan rumusan dasar negara sebagai berikut:
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut
dasar.
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian
seluruh anggota Panitia Sembilan menandatangani Naskah Mukadimah yang dikenal
dengan nama “Jakarta Charter” atau Piagam Jakarta. Selanjutnya, pada
tanggal 10-17 Juli 1945, Mukadimah tersebut dibawa ke sidang BPUPKI dan
disepakati pada tanggal 14 Juli 1945. Pada
akhir sidang musyawarah
tanggal 17 Juli 1945 rumusan Hukum Dasar dan Pernyataan Indonesia Merdeka
berhasil diselesaikan.
Pada
perkembangan selanjutnya, kekalahan dialami Jepang dalam peperangannya melawan
sekutu. Kemudian terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
atau Dokuritsu Junbi Inkai oleh pemerintahan Jepang. Pada tanggal 8
Agustus 1945 demi kepentingan pembentukan
panitia tersebut dan
memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,
dan dr. Radjiman Widyodiningrat berangkat ke Saigon. Menurut Ir. Soekarno,
Terauchi memberikan keputusan seperti:
Ir.
Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua
dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota.
Panitia
persiapan sudah bisa bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945 Cepat atau tidaknya
pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.
Setelah
pertemuan di Saigon tersebut, terdapat dua peristiwa yang menjadi sejarah
penting mengiringi proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, Jepang
menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945. Kedua, pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaanya. Sehari
setelah proklamasi, 18 Agustus 1945, sidang dilaksanakan oleh PPKI
untuk mengesahkan naskah
Hukum Dasar Indonesia yang dikenal sekarang menjadi Undang-Undang Dasar Tahun
1945 (UUD ‘45). UUD 1945 ini sendiri terdiri dari tiga bagian; yaitu Pembukaan,
Batang Tubuh (berisi 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan) dan Penjelasan.
Pembukaan UUD 1945
terdiri atas empat alinea. Pada alinea keempat tercantum rumusan Pancasila yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Atas dasar itulah kata Pancasila telah menjadi istilah umum dan merupakan salah satu kosakata dalam Bahasa Indonesia. Meskipun dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang tersebut di dalamnya bermaksud dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila
PPKn Bab 1 Materi : Sikapmencintai sesama manusia dan lingkungannya, serta menghargai kebinekaan
PPKn Bab 1 Materi : Makna dan nilai-nilaiPancasila, serta proses perumusannya
PPKn Bab 1 Materi : Contohsikap dan perilaku yang sesuai dengan sila-sila Pancasila
PPKn Bab 1 Uji Kompetensi
LKPD online sila-silaPancasila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.